Jangankan pendidikan seks, lingkungan pesantren seringkali memberlakukan sistem yang teramat ketat dalam interaksi dengan lawan jenis. Ya, bukan hal asing, jika masalah seksualitas masih dipandang sangat tabu dan berkonotasi negatif. Padahal, pendidikan seks justru dibutuhkan untuk menghindari bahaya praktek seks bebas.
Rata-rata para santri putri yang belum mengenal alat reproduksi dan seksual mereka dengan baik. Para santri itu percaya, bahwa bila mereka melihat (dan dalam hal ini, Ladies, juga termasuk mempelajari) organ genital mereka secara langsung, maka mata mereka akan minus, mengurangi hafalan, membodohkan akal, tidak konsentrasi belajar, dan seabrek mitos lainnya.
Para santri itu juga masih percaya bahwa masturbasi bagi perempuan akan menyebabkan kemandulan, dan bagi laki-laki akan mengurangi produktivitas sperma. Padahal, hal ini tidak ada hubungannya sama sekali secara medis.
Pendidikan seks di pesantren masih sebatas pengenalan organ-organ reproduksi, seperti hormon, anatomi rahim, skrotum, dan sejenisnya. Masalah hukum syar’I dan penjabaran mendetail akan organ seksual masih belum memadai, terutama dari segi pembahasan hak dan kesehatan organ.
Padahal, pendidikan seks tidak hanya mencakup tentang pubertas, tumbuhnya bulu, haid, atau boleh tidaknya perempuan melaksanakan kewajiban agama saat haid. Namun secara keseluruhan mencakup apa saja yang masuk dalam reproduksi dan seksualitas serta bagaimana dampaknya jika hal-hal tersebut tidak dipahami secara benar dan mendetail.
Meskipun mengedepankan religiusitas, semua orang berhak atas hak informasi dan pendidikan seksualitas yang sesuai dengan umur serta tingkatan pendidikannya.
0 comments:
Post a Comment